Memanipulasi Disain Fasilitas Publik Ruang Kota
(501 Views) Februari 1, 2021 6:11 am | Published by Safitri ahmad | No comment
Pukul 8 : 00 WIB pagi itu Saya melihat gelandangan tidur di bangku taman. Taman itu baru saja di renovasi dan dirancang ulang. Ada beberapa bangku taman, satu bangku taman dirancang seperti daun, lebar, tidak ada sandaran dan pegangan tangan. Di sini gelandang itu tidur dengan pulas.
Median jalan, yang dulu berupa taman dengan tanaman yang rimbun, dirancang ulang, bagian tengahnya ditambahkan jalur pedestrian. Maksudnya, sirkulasi alternatif bagi pejalan kaki yang berkegiatan di area itu. Apa yang terjadi? Tidak hanya pejalan kaki yang menggunakan pedestrian itu, tetapi juga kendaraan roda dua, sepeda, dan gerobak PKL yang menyelip di antara tanaman.
Masalah klasik, trotoar yang diperlebar, ternyata juga dinikmati kendaraan roda dua, untuk jalur sirkulasi atau parkir, tempat mangkal PKL makanan, dan parkir kendaraan roda empat.
Tentu saja awal perencanaan dan perancangan disain fasilitas publik ruang kota, sangat ideal dan bertujuan untuk memperindah kota dan memberikan kenyamanan bagi warga yang berkegiatan di dalamnya. Akan tetapi, setelah fasilitas itu selesai dibangun, tidak sesuai dengan tujuan awal.
Beberapa warga kota menggunakan fasilitas itu tidak pada tempatnya. Kenapa Satpol PP tidak menegur atau menertibkan? Pelanggaran yang dilakukan tidak hanya pada satu titik tetapi merata di hampir sebagian kawasan kota. Bila suatu waktu ditegur atau ditertibkan, maka tidak berapa lama mereka akan mengulangi kembali, sehingga sering terjadi, pelanggaran seperti itu dibiarkan begitu saja. Ini tentu membuat gusar sebagian warga yang lain, salah satunya teman facebook saya yang sering memposting trotoar digunakan untuk parkir atau PKL.
Disain fasilitas di ruang publik dirancang untuk kenyamanan warga ; untuk berjalan kaki, duduk, berkendaraan, dan melakukan semua kegiatan di kota. Untuk itu, fasilitas kota dirancang untuk tujuan tertentu dan tidak untuk tujuan yang lain, untuk golongan tertentu, tidak golongan yang lain.
Pedestrian untuk pejalan kaki, tidak untuk kendaraan roda dua atau sepeda. Bangku taman untuk tempat duduk dan menikmati taman untuk waktu tertentu, tidak untuk tempat tidur gelandangan. Begitupun trotoar, tidak pernah didesain untuk parkir kendaraan roda dua dan roda empat atau tempat PKL berjualan.
Warga kota terdiri dari berbagai macam karakter individu yang bermukim dan berkegiatan di dalamnya. Apakah PKL, pengendara roda dua dan kendaraan roda empat, tidak mengetahui bahwa trotoar untuk jalur pejalan kaki? Tentu mereka mengetahui fungsi trotoar tersebut. Akan tetapi, mereka tidak disiplin, mengambil jalan pintas, melanggar aturan, karena tidak ada yang melarang atau menertibkan, dan disainnya memungkinkan mereka dengan mudah memarkir kendaraan atau menyalahgunakan fasilitas itu. Bagaimana mengatasinya?
Dalam mendisain fasilitas ruang kota, perancang (arsitek/arsitek lansekap) harus mengetahui dan memahami bagaimana disain itu digunakan oleh warga kota yang heterogen, perlu memahami karakter kawasan, dan bagaimana memanipulasi desain, agar fasilitas ruang publik itu digunakan oleh warga sebagaimana mestinya.
Apa yang dimaksud dengan memanipulasi disain? Disain yang dirancang untuk memanipulasi perilaku dan pilihan warga kota tanpa mereka sadar, misalnya bangku taman, seperti contoh diatas, bangku taman dengan bentuk seperti daun yang lebar sangat mudah digunakan oleh gelandang untuk tidur. Padahal fungsi bangku taman untuk tempat duduk. Walaupun maksud dari disain itu adalah pengunjung dapat duduk dalam dua sisi yang saling bertolak belakang. Akan tetapi dudukan yang lebar, bisa digunakan untuk tidur.
Lalu bagaimana memanipulasi desain bangku taman? Dengan cara memberi pegangan tangan, dudukan bangku cukup untuk duduk tidak “memungkinkan” untuk berbaring, dan didisain untuk digunakan dalam rentang waktu yang singkat, tidak berlama-lama.
Bagaimana dengan trotoar? Bagaimana cara memanipulasi trotoar agar hanya dapat digunakan oleh pejalan kaki. Tim yang mendisain trotoar harus memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Apakah kemungkinan trotoar itu akan disalahgunakan atau tidak. Jika memang lingkungan di sekitarnya memungkinkan terjadi perubahan fungsi trotoar, maka perlu dilakukan manipulasi desain dengan cara meninggikan undakan antara jalur jalan dan jalur pedestrian, atau menambahkan bollard yang menghalangi kendaraan roda dua dan empat, tapi dapat diakses oleh pejalan kaki. Ini disain yang umum, tapi bisa didisain dengan cara lain, yang pasti tujuannya jelas, tidak memungkinkan penyalahgunaan fasilitas itu, tanpa mereka sadari.
Manipulasi disain ini tidak akan berpengaruh (tidak terlihat/tidak dirasakan) bagi penguna fasilitas kota secara normal, karena mereka bukan target dari manipulasi disain ini.
Manipulasi desain akan membantu Satpol PP dalam menertibkan warga dalam menggunakan fasilitas ruang publik kota, karena kondisinya (disainnya) tidak memungkinkan untuk fungsi yang lain. Disain fasilitas public bisa bermacam-macam yang pasti mempunyai tujuan yang jelas, memberi kenyamanan bagi sebagian besar warga kota.
Contoh disain yang dimanipulasi antara lain di Stasiun Manggarai dan beberapa stasiun lainnya, tempat duduk yang didisain sedemikian rupa, sehingga calon penumpang kereta hanya bisa bersandar, tidak dapat duduk dengan nyaman. Tempat duduk seperti ini, hanya digunakan sementara, menunggu kereta datang.
Kota Calgary di Kanada, pemerintah kota mendisain bawah jembatan dengan lantai yang tak rata, sehingga tidak memungkinkan pengunjung dan gelandangan untuk duduk dan tidur di bawahnya.
Tempat sampah dengan mulut yang kecil, sehingga hanya sampah dengan ukuran tertentu yang dapat dimasukkan ke dalam tempat sampah public itu.
Disain fasilitas public kota, tidak akan dapat mengakomodasi kebutuhan semua warga kota, tapi memanipulasi disain perlu dilakukan untuk menciptakan keamanan, keindahan, dan kenyamanan kota.
No comment for Memanipulasi Disain Fasilitas Publik Ruang Kota