122. Gunawan Tjahjono Sebagai Peneliti bab 26b : Safitri Ahmad
Menu Click to open Menus
TRENDING
Home » BUKU PROF. GUNAWAN TJAHJONO » 122. Gunawan Tjahjono Sebagai Peneliti bab 26b

122. Gunawan Tjahjono Sebagai Peneliti bab 26b

(314 Views) Agustus 14, 2022 9:14 am | Published by | No comment



“Tradisi membangun merupakan suatu proses. Tradisi itu terus berlanjut. Jika
kita tahu tradisi masyarakat membangun (rumah) lebih gampang menganalisis
dan membuat hipotesis. Dalam penelitian tradisi arsitektur, peneliti harus
melihat dari berbagai segi : segi sosial, nilai yang ada di dalam keluarga itu,
bagaimana ruang untuk berkumpul dan berinteraksi, jiwa orang yang menghuni
rumah itu yang tidak pernah diungkap. Untuk itu, peneliti tradisi arsitektur
membutuhkan waktu yang panjang dan terus menerus.”
“Tradisi arsitektur itu yang diteliti pada setiap daerah, berbekal pengalaman
saya yang pernah melakukan penelitian untuk disertasi, tentang tradisi
arsitektur Jawa.”
“Selama ini orang lebih sering meneliti arsitektur tradisional. Pendekatannya
berbeda sih.”

Wah… seru, selama ini yang ada dipikiran saya hanya meneliti arsitektur
tradisional. Ada rumah, dilihat-lihat, difoto-foto, tulis. Saya belum pernah
membayangkan kenapa bentuk bangunannya seperti itu. Dari penjelasan
Gunawan, saya jadi paham pembentukan ruang, ornamen, dan semua yang ada
di bangunan itu karena berbagai alasan : alasan sosial, ekonomi, bagaimana
mereka menjalani kehidupan, nilai dalam setiap keluarga dan masih banyak
alasan lainnya yang tak terlihat dalam bentuk fisik.

“Saya sempat baca penelitian Bapak tentang gejala barongsai pada setiap
Imlek, apa hubungannya dengan arsitektur?”
“Arsitektur ada karena ada event. Pada saat meneliti arsitektur Jawa, saya
menyaksikan pernikahan adat Jawa di rumah, melihat prosesnya, ada ritual dari
lahir, sehingga lebih memahami tradisi arsitektur Jawa.”

“Coba kamu lihat presentasi saya, tentang membangun rumah di Sumba.”
Gunawan mengeser lap topnya agar saya mudah melihat presentasi power point
dalam bahasa Inggris itu. Prosesi pembangunan rumah baru yang dilakukan
oleh masyarakat Sumba.

“Ini, mereka siapkan lubang, lalu ada tiangnya, yang punya (pemilik rumah)
dan yang akan menghuni rumah itu harus naik, memanjat tiang utama rumah.
Ini merupakan saat yang menentukan. Berani tidak kamu panjat? Kalau tidak,
berarti kamu tidak layak menghuni. Ini kan proses, saya harus tangkap
semuanya.”

“Kemudian saya dapat dana penelitian, untuk meneliti sistem pengajaran
arsitektur, hasilnya penggunaan logbook itu.”
“Pak Gun meneliti apa?”
“Bagaimana setiap orang bisa memperoleh pengetahuan secara mandiri. Jadi
ada teori yang mengatakan bahwa mahasiswa harus amati (sesuatu) dan ia akan
mendapat pengetahuan itu. Penelitian itu dilakukan di UI (mahasiswa arsitektur
Universitas Indonesia) selama 8 bulan.”
“Anda akan memperoleh pengetahuan jika pengetahuan yang baru
menggantikan pengetahuan yang lama.”

“Studio itu (studio dengan sistem tema) juga hasil penelitian.”
Saya telusuri daftar riwayat hidupnya, apa saja penelitian yang pernah
Gunawan lakukan? hm..cukup banyak, yang menarik perhatian ada tulisan
“Self interest ”. Penelitian itu dilakukan sendiri, tanpa sponsor. Beda dengan
penelitian lain yang disponsori oleh institusi seperti Universitas Indonesia dan
Departemen Pekerjaan Umum.



“Kapan Pak Gun memutuskan untuk meneliti?”
“Ketika ada pertanyaan, maka saya meneliti. Tidak harus dapat dana. Misalnya
barongsai, Setu Babakan, tidak ada dananya. Selain itu, saya ingin tahu nilai
apa yang ada dibalik itu, dibalik masalah, atau sesuatu yang saya teliti.”
“Kamu harus ada pertanyaaan penelitian dan mendapatkan jawaban bahwa
hasil kamu itu valid. Untuk bisa valid, data kamu harus handal. Jadi orang yang
melakukan metode saya akan mendapatkan hasil yang sama. Saya meneliti
tradisi arsitektur. Saya mempunyai metode dan mengikuti metode itu, jika
Anda mengikuti apa yang saya lakukan, maka hasilnya pasti “begitu” (sama). Itu
namanya valid. Jika kamu melakukan pada saat yang sama dengan saya, maka
Kamu akan mendapat gambaran yang sama.”

“Sekarang misi saya berbeda. Saya ingin meneliti
tentang pendidikan secara lebih luas. Ingin
mendidik orang menjadi baik. Sebelumnya menjadi
pintar. Tapi bagaimana menentukan orang itu
menjadi baik? Tidak ada jaminan.”
Saat wawancara, ujian mata ajar “Etika”, baru saja selesai. Lembaran ujian itu
diletakkan begitu saja di atas meja Gunawan. Saya dengan leluasa melirik dan
membacanya. Mata ajar : Etika. Pengampu : Gunawan Tjahjono.

“Tadi ada ujian Etika, mahasiswa diminta menoton film ini, katanya sambil
menunjukkan VCD film “Not One Less”, lalu mereka memilih salah satu episode
yang bisa mengambarkan etika. Sederhana.
Film Not One Less (China, 1999, sutradara : Zhang Yimou) bercerita tentang
guru pengganti wanita yang berusia 13 tahun, yang harus mengajar siswa
kelas 1-4, di sebuah desa kecil di China. Ia harus mengganti guru laki-laki yang
biasanya mengajar di desa itu karena ada keperluan di kota lain.

Sebelum pergi guru pengganti itu diingatkan untuk menulis dengan satu kapur setiap hari di
papan tulis karena persediaan yang terbatas. Ia juga diingatkan untuk tidak
membiarkan satu siswapun meninggalkan kelas/sekolah dengan alasan apapun,
karena semakin hari jumlah siswa semakin berkurang. Masalah timbul ketika
salah satu siswa memutuskan ke kota untuk bekerja karena membutuhkan
biaya untuk keluarganya. Guru pengganti itu memegang janjinya, ia mencari
siswa itu ke kota dan mengajak kembali ke sekolah. Berkat bantuan crew
televisi, siswa yang ia cari dapat ditemukan. Banyak pelajaran moral dari film
yang pemerannya sesuai dengan karakter sebenarnya (bukan artis).




No comment for 122. Gunawan Tjahjono Sebagai Peneliti bab 26b

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


center>