106. Sayembara Bangka Belitung bab 23d : Safitri Ahmad
Menu Click to open Menus
TRENDING
Home » BUKU PROF. GUNAWAN TJAHJONO » 106. Sayembara Bangka Belitung bab 23d

106. Sayembara Bangka Belitung bab 23d

(276 Views) Agustus 14, 2022 3:18 am | Published by | No comment



Berdiskusi dengan Gunawan sungguh menarik. Melihat Edi dan Dini yang
terbengong-bengong, berpikir, bingung, juga tak kalah serunya. Senang
melihat mereka diam seribu bahasa, saat Gunawan bicara dan bertanya. Atau
sekali-kali menjawab dengan ragu. Mereka mau belajar dan berpikir.
Di perjalanan pulang mereka mengeluh, “Kenapa aku jadi bodoh ya?”….
hahaha…perasaan sama yang ku rasa setiap ketemu Gunawan. Ia memang
paling bisa, bikin kita merasa bodoh. Bagaimana tidak, setiap pertanyaannya
lebih sering dijawab dengan bengong atau “tidak tahu Pak”.

Tapi yang membuat saya senang, kita boleh pinjam buku yang banyak
itu. Cukup menuliskan nama, tanggal, dan judul buku yang dipinjam, saya
membawa pulang buku a+u (architecture and urbanism) no.263 agustus 1992,
CHORA/RAOUL BUNSCHOTEN, dan Experimentaation AA Projects Review 05/06
(buku ini berisi tentang eksperimen yang dilakukan mahasiswa mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan arsitektur. Aneh-aneh. Tidak terbayang sebelumnya
hubungan eksperimen itu dengan arsitektur. Membuat pikiran jadi liar. Saya
kesulitan menjelaskan isi buku itu pada tulisan ini. Biar lebih jelas, pinjam saja.)
Gunawan berada pada tataran konsep, ia mendorong kami untuk berpikir dan
mencari tema apa yang paling tepat. Hal-hal dasar pada kebutuhan ruang,
fungsi, pencapaian. Sedangkan pada tataran rancangan ia menyerahkan semua
ke kita, dengan tetap mengacu ke tema utama.



Rancangan yang sudah jadi, dibahas lagi dan didiskusikan. Apakah sesuai
dengan tema atau tidak. Hanya satu ide pintu gerbang preservasi yang ia
sumbang. Berupa bentuk hirarki bola dunia dari kecil ke besar, bola yang
kecil lebih solid semakin besar ada bagian-bagian yang bolong. Di dalamnya
diletakkan lampu, jika malam menjelang, cahaya lampu dari dalam bola
menyebar ke luar dan bagian yang tertahan cahaya akan memberikan efek
dramastis.

Gunawan pandai mengritik tanpa menyinggung perasaan. Atau bisa jadi gelar
yang disandangnya (profesor) membuat sungkan. Pada detik-detik terakhir, Edi
memperlihatkan gambarnya. Saya langsung lemas. Ada satu ide taman Perancis
yang mencengangkan di dalam tapak. Pola simetris yang berulang. Taman itu
bagus. Konsep atom timah yang diterapkan juga dapat. Tapi tidak untuk Master
Plan Bangka Belitung yang bergaya bebas. Saya ingin sekali berkomentar, tapi
saya tahan. Saya tidak ingin menyingung perasaan Edi. Saya harus hargai
waktu dan tenaga yang ia keluarkan untuk mengerjakan taman gaya Perancis
itu, di sela-sela tugas kuliahnya yang padat. Buat saya, sayembara bukan
segalanya. Hubungan baik antar teman lebih penting.

Syukurlah. Gunawan melihat taman gaya Perancis itu dan langsung menyela,”
Pola ini seperti teori fractal, tegas, jelas, dan kaku”. Lalu secara ringkas ia
menjelaskan tentang teori tersebut beserta contoh. Edi mangut-mangut. Entah
mengerti entah tidak. Tapi terlihat wajahnya menerima kritik itu dengan lapang
dada, tidak ada sakit hati.

“Kalau begitu pake design Bu Fitri aja deh,” kata Edi akhirnya.
Waktu pengerjaan sayembara ini hanya dua minggu di tengah kesibukan. Tapi
saya cukup senang mengerjakannya. Berharap menang dan sedikit memaksa
anggota tim untuk bekerja keras, dengan iming-iming hadiah uang dan jalan-
jalan yang ditawarkan panitia sayembara.
Pada tahap akhir, Gunawan menasehati Dini dan Edi,” Yang penting itu fun,
tidak perlu mikirin menang. Tidak menang juga tidak apa-apa. Tapi kita punya
ide yang orisinal. Itu yang penting.”

“Kata Bu Fitri harus menang Pak,” suara Edi dan Dini berbarengan sambil
melirik saya dengan kejam.
Idih ngadu.
Gunawan tertawa lepas.




No comment for 106. Sayembara Bangka Belitung bab 23d

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


center>