65. sisi lain : Arsitek Gunawan Tjahjono 14b
(231 Views) Agustus 11, 2022 3:00 am | Published by Safitri ahmad | No comment
“Memangnya Pak Slamet waktu itu (tahun 1970-an) sudah terkenal Pak? Saya
kira Pak Slamet baru terkenal tahun 90-an?”
Saya masuk Universitas Trisakti, Jurusan Arsitektur Lansekap tahun 1990, semua
orang menyebut Slamet Wirasonjaya, pasti orang hebat. Tapi selama kuliah tidak
pernah bertemu dengannya, baik di kampus atau di luar kampus. Setelah lulus baru
ketemu, sekali, di seminar. Kesannya? Hm…Bertemu lagi beberapa tahun kemudian
saat saya ingin menulis tentang profil Slamet Wirasonjaya untuk majalah bergenre
arsitektur, pemikirannya tentang ruang luar sangat menarik .
“Waktu itu Pak Slamet sudah terkenal. Bos saya kalau menyangkut hal yang
berhubungan dengan master plan, sebut Pak Slamet.”
“Itu (kemenangan) sangat menambah keyakinan diri. Waktu jurinya lihat, “Kok
bisa sangat orisinal.” Kami hanya memperlebar pojok-pojok (perempatan) gang,
dan setelah diperlebar. Ada rumah yang akan terbongkar, sedangkan rumah
yang lain dapat dibuat bertingkat. Di bawah rumah ada warung. Konsep ini
menerapkan teori Jane Jacobs. Ia bilang kalau ada toko/warung, biasanya
warga mengawasi area sekelilingnya, sehingga sekelilingnya jadi lebih aman.
Saya sering mengamati bahwa gang itu sering dipenuhi oleh pemuda. Kenapa
perempatan gang itu tidak kita lebarkan dan anak-anak juga bisa bermain? Ide
itu memang orisinal. Itu yang membuat saya bisa diterima sekolah S2 dan S3 di
Amerika.”
“Jurinya siapa?”
“Jurinya Joko Suyarto, dari ITB. Terkenal. Terus ada Pak Bian Poen, Pak
Soewondo, mereka orang-orang terkenal pada zamannya. Kami yang tidak
terkenal hahaha….”
“Ternyata kami bisa juga mengalahkan yang hebat-hebat. Habis itu ada
beberapa sayembara yang juga mendapatkan hadiah ke-2 dan ke-3 salah
satunya Islamic Center di Surabaya. Waktu itu, saya baru menerima teori
tentang bagaimana membuat bangunan dengan luas yang sama, tapi yang satu
akan terasa atau terlihat lebih luas,” Gunawan sangat bersemangat, cerita
tentang kemenangannya dalam sayembara.
“Maksudnya apa Pak, saya tidak paham?”
Gunawan mengambil majalah yang ada di atas meja, kemudian menjelaskannya
pada saya,“Ini luasnya” sambil mengerakkan jarinya mengitari ke-4 sisi
majalah. “Jika ini dipotong diagonal- jarinya memotong majalah itu secara
diagonal,- lalu diputar, maka luas bagunan yang pertama dengan yang kedua
sama tapi bangunan yang kedua sisinya lebih panjang dan bangunan terkesan
lebih luas,” katanya sambil memandang saya. Saya mengangguk tidak mengerti.
Ia paham. Kemudian mengambil bolpoin dan menggambarkannya. Pertama
ia gambar bentuk persegi panjang, lalu persegi panjang dibelah dengan satu
garis diagonal. Terdapat dua segitiga kecil yang masih menempel membentuk
persegi panjang. Kemudian ia membuat gambar ke-2, salah satu segitiga yang
menempel (membentuk persegi panjang itu) diputar—posisi segitiga satunya
diubah– sehingga membentuk satu segitiga yang lebih besar. Kalau ini, baru
saya benar-benar mengerti. Dari bentuk persegi panjang dibagi menjadi dua
segitiga kecil, lalu sisinya dibalik menjadi segitiga yang lebih besar, dan jika
dilihat sisinya jelas lebih panjang.
“Ini didemonstrasikan Fumihiko Maki dalam salah satu majalah arsitektur. Ia
menjelaskan bangunannya, kenapa terasa lebih luas. Kami bukan pemenang
pertama. Yang itu, pemenang pertamanya Bapak Slamet.”
“Kalau Bapak Slamet itu bangunannya satu. Kalau kami sama sekali beda. Islam
itu bukan bangunan tunggal menurut kami. Teman-teman menjelaskan pada
saya tentang Islam. Saya kembangkan. Tidak perlu kan bangunan tunggal?
Skema yang kami masukkan sebenarnya yang paling berbeda. Yang lain
bangunannya tunggal. Kami beberapa gugus.”
Ok, sekarang kembali ke pengalaman kerja.
“Jadi selama sekolah di UI sampai sekolah di luar negeri (ambil S2 dan S3) kerja
di Kakrea Pak?”
“Tidak. Saya kerja di Kakrea, sejak belum selesai sekolah sampai 3-4 setelah
lulus. Itu kira-kira tahun 1978. Setelah itu kerja di Miraj sebentar. Tahun
1979, saya pegawai negeri di UI. Sebelum jadi pegawai, sudah mulai sering
nongkrong-nongkrong di UI. Fauzi Bowo (Gubernur Jakarta 2008-2012) juga
sudah di situ, ia termasuk mau jadi pengajar di UI tapi akhirnya ke DKI (bekerja
di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta).”
“Saya pulang tahun 1983 setelah ambil master.”
No comment for 65. sisi lain : Arsitek Gunawan Tjahjono 14b