21. Mengamati Studio bab 4e
(266 Views) Agustus 6, 2022 2:44 am | Published by Safitri ahmad | No comment
*
Bermula dari tema Timur (tema utama), mahasiswa diminta untuk
menerjemahkan kata Timur secara berkelompok dan mendiskusikan fungsi
bangunan. Maka muncullah, 5 fungsi bangunan berupa : rekreatif, edukatif,
konsumtif, kontemplatif, dan produktif. Setelah itu mereka mulai mencari
tipologi dari fungsi tersebut (mencari sesuatu-ruang- yang tidak bisa
dikurangi). Tipe dan kegiatannya. Setelah itu kembali ke tugas kelompok untuk
menganalisis tapak dan lingkungan sekitarnya, dan menghubungkannya dengan
fungsi bangunan yang akan dirancang. Selanjutnya tugas individu : merancang.
Sebelum merancang, Gunawan akan meminta masing-masing mahasiswa
menentukan tema terlebih dahulu, sehingga rancangannya lebih terarah.
Siang ini Pukul 13:00 WIB di ruang multi media, Gunawan memberi presentasi
tentang tema. Tidak hanya mahasiswa. Semua fasilitator pun datang, ikut
mendengarkan. Karena datang duluan, saya lebih leluasa memilih tempat
duduk. Duduk di bagian belakang. Fasilitator berdesakan di pintu masuk
ruangan, sebagian mahasiswa ada yang duduk di lantai karena tidak kebagian
kursi. Ruangan penuh terisi : 57 mahasiswa dan 8 fasilitator. Semua diam saat
Gunawan mulai mempersiapkan presentasinya. Setelah semua siap. Lampu
dimatikan. Aksi panggung di mulai.
Tampak di layar.
“Tema sebagai titik awal penyelesaian perancangan.”
Judul presentasi Gunawan. Ia tampak percaya diri. “Apa itu tema” tanyanya,
sambil membaca power point. Dan pertanyaan itu dijawab sendiri. “Dalam
bahasa Indonesia tema sesuatu yang mengikat karya tulis, seni pertunjukan,
lagu.” Ia juga menelaah tema dalam bahasa Inggris dan bahasa Yunani.
”Patung, film, itu juga menggunakan tema, misalnya film Titanic. Itu temanya
percintaan dengan latar belakang, tenggelamnya kapal Titanic”
”Dalam dunia arsitektur juga muncul beberapa tema yang diusung oleh
beberapa arsitek, seperti Form follows function (Louis Sulivan), Form follows
form (Johnson), Form follows fiasco. Form follows fantasy, Form follows
sculpture.”
“Kalau dalam penciptaan karya tidak ada tema maka karya tersebut tidak
eksis/hadir. Untuk itu setiap karya harus ada tema.”
“Tak jarang kita temukan perancang yang penjelasannya dirangkai setelah
hasilnya ada.”
“Sebelum sebuah karya dirancang, seharusnya tema telah ditentukan, dan
rancangan mengarah ke tema tersebut, sehingga kita dapat mengetahui proses
rancangan, dan menilai tahap-tahapannya untuk mencapai hasil rancangan.”
Bener banget. Gunawan bener. Saya punya pengalaman serupa. Saat menulis
karya arsitektur untuk majalah. Kadang perancang tidak lengkap menjelaskan
rancangannya, dan saya, (akhirnya), untuk melengkapi tulisan, “membaca”
bangunannya, menerjemahkan, mendeskripsikan, dan mengira-ngira logika berpikir,
yang mungkin tidak terpikirkan oleh perancangnya. Kesimpulannya, saya curiga,
perancang merangkai penjelasan dari hasil yang ada.
Gunawan dengan “gaya” menjelaskan arti “tema” dan mengapa itu perlu dalam
merancang sebuah bangunan. Slide bergerak cepat. Lembar demi lembar. Sebelum penonton mampu mencerna secara dalam apa yang tertera pada setiap tulisan.
Mereka pun tak ingin kehilangan momen detik demi detik. Dengan telinga
dan mata yang awas, mereka mendengarkan penjelasan Gunawan dengan
serius dan mencoba secara cepat memahami arti kata yang ada. Bisa paham.
Bisa tidak. Bisa juga memporak-porandakan pemahaman yang pernah ada sebelumnya.
Lalu muncul foto kota Edinburgh.
Contoh tema Parliament of Edinburgh. Penduduk yang pertama kali datang ke
Edinburgh, menggunakan kapal. (ini tema yang kuat yang disajikan dalam bentuk
bangunan) awal dan hasilnya dijelaskan oleh Gunawan dengan rinci dan ini lebih
mudah dipahami, bagaimana sebuah tema ada pada bangunan.
Tak lama muncul foto karya Eko Prawoto.
Wings of the Wind dengan judul Landmark of Me tidak dijelaskan asal usulnya,
bagaimana awal bentuk bangunan yang seperti itu. Hanya terlihat hasilnya saja.
Mungkin Gunawan juga tidak mendapat info yang cukup bagaimana awal Eko
mengusung tema tersebut dan menghadirkannya dalam karya arsitektur.
Berikutnya muncul slide bertulis ‘The End ”.
Lampu ruangan dinyalakan. Terdengar hembusan nafas tak puas dari penonton. Tak ingin tontonan berakhir secepat itu. Seperti menonton di bioskop yang film-nya dipotong mendadak. Tapi tak ada seorang-pun yang berani protes. Gunawan dengan senang menyaksikan ketidakpuasan itu.
Presentasi itu hanya 20 menit. Gunawan tampil memukau. Ia sadar betul. Ia
memandang penontonnya dan “Silakan bertanya.”
Penonton masih terpaku untuk beberapa saat.
Salah seorang mahasiswa menunjukkan tangan dan Gunawan mempersilakan ia
bersuara,”Bagaimana membuat tema pada tapak yang terbatas?”
“Tidak masalah, Tema tetap dapat diterapkan walau tapaknya kecil.”
Hanya dua orang mahasiswa yang bertanya. Mahasiswa kembali ke studio.
No comment for 21. Mengamati Studio bab 4e