16. Silabus bab 3g
(253 Views) Agustus 6, 2022 2:31 am | Published by Safitri ahmad | No comment
Saya: Kenapa di Jakarta sistim birokrasi masih berjenjang terlalu panjang: warga-RT- RW-Kelurahan-Kecamatan, harusnya langsung dari warga-kecamatan?
(negative case) Teman saya : Agar lebih teratur, dari komunitas terkecil (RT), sedang (RW) dan besar (Kelurahan) dan lebih besar (Kecamatan).
Saya: Apakah jika langsung dari warga ke kecamatan atau sebaliknya tidak teratur?
Argumen ini akan terus berkembang sampai salah satu tidak bisa menjawab. Maka
yang tidak menjawab kemungkinan akan menerima pandangan lawannya.
“Apa perbedaan cara mengajar satu mata ajar, dengan mata ajar yang lain.
Misalnya pada mata kuliah pengantar arsitektur dan metode perancangan?”
”Pengantar arsitektur itu untuk membangun minat mahasiswa. Tapi metode
perancangan, membangun cara berfikir, ini yang perlu saya bentuk. Untuk itu
perlu ada grup. Dalam setiap grup ada satu atau lebih mahasiswa yang bisa
merangsang grupnya.”
”Jadi pembentukan grup untuk merangsang daya pikir mahasiswa, agar mereka
berani bicara, paling tidak di dalam kelompok?” tanya saya penasaran.
”Ada jenis pembelajaran colaborative learning selain problem based learning.
Setiap grup harus ada mahasiswa yang bisa ngomong/presentasi. Itu salah satu
bentuk ekspresi, karena pada saat berada dalam grup, mereka lebih kuat untuk
omong. Banyak game yang dimainkan dalam mata ajar itu, yang Anda tidak
lihat. Jadi, setiap grup sangat dinamik dan tidak bisa disamakan.”
”Lama-lama komunitas itu akan terbentuk. Saya yakin kalau mereka sudah
mampu berdialog, berdiskusi dengan teman-teman di dalam grupnya, mereka
akan siap bekerja dan berinteraksi di dunia kerja. Ini yang lebih penting. Di luar
sana mereka akan menghadapi banyak orang dari berbagai tipe,” kata Gunawan.
“Walaupun yang tampil ke depan yang itu-itu lagi, mahasiswa yang sama,” kata
saya.
“Ya, Tapi di dalam grup setiap orang harus ngomong, itu sudah disuruh. Kalau
Anda tidak ngomong, berarti Anda tidak kerja. Takut juga. Bagian kamu, apa
yang kamu omongin.”
“Waktu saya tugas kelompok, ada yang aktif dan ada yang tidak. Ada yang cuma
sekedar tunggu…”
“Tapi terpaksa harus ngomong kan?” sambar Gunawan.
“Karena kita bagi-bagi tugas, kamu harus ngomong ini. Yang lain ngomong ini.
Berdasarkan tugas yang ia bikin?”
”Ada cara-cara tertentu yang bisa memaksa orang. Pure thinking saja. Kita
pikirkan. Kita jalankan.”
“Waktu kuliah ada yang mencatat. Banyak yang tidak. Hanya mendengarkan
kuliah. Padahal apa yang dijelaskan sudah merupakan kesimpulan dan akan
memudahkan mereka,” kesimpulan saya.
”Karena mereka lebih suka melihat gambar. Pasti ada satu atau dua yang
mencatat. Ada yang duduk di depan, rajin betul mencatat dan biasanya nanti,
kalau dicocokkan, yang depan-depan (duduk di depan) itu nilainya pada bagus.
Seperti, Lalit dan Revi, mereka selalu di depan. Mereka satu angkatan dengan
Nicholas Saputra (bintang film Ada Apa Dengan Cinta), yang juga suka duduk di
depan kelas walau pun datang belakangan.”
”Sikap itu juga kelihatan, ada yang selalu duduk di depan, ia tidak mau
kehilangan. Ia duduk di depan sudah menunjukkan sikap yang baik. Menandakan
mahasiwa yang tidak mau keduluan. Di Amerika, walau profesor belum datang,
tempat duduknya sudah penuh.”
”Kenapa mahasiswa kalau dosen belum datang, ngobrol di luar?,” tanya
Gunawan. Entah kepada saya atau kepada dirinya sendiri.
Saya juga tidak tahu jawabannya.
”Itu nilai yang tidak baik menurut saya. Seperti nilai (nilai ujian), kalau
sudah dapat nilai yang cukup, tidak perlu lagi bersusah-susah. Itu sikap yang
menghambat kemajuan.”
”Justru itu yang perlu di rekayasa. Tapi saya tidak bisa memerintah orang lain.”
”Pasti tak mudah memaksa mahasiswa berpikir seperti yang Pak Gun harap?”
”Memang itu sangat susah. Saya wajib membawa mahasiswa saya ke tingkat
yang paling baik dan jangan lupa mereka itu adalah salah satu yang terbaik di
negara ini.”
”Masuk UI itu, apalagi arsitektur UI, dari seribu seratus pendaftar, kami hanya
terima 50 orang. Saya yakin, saya dapat brain yang mestinya bisa saya angkat. Saya tidak mau sia-siakan brain itu. Begitu.”
”Kesulitannya memang ada di kebiasaan untuk mau berpikir. Itu belum biasa di
Indonesia. Sejak SMA kalian lebih sering diberitahu jawabannya. Kalau saya tidak
memberitahu. Tapi saya bisa memberi jalan untuk mencari. Kalau rajin Kamu
bisa temukan. Kalau Kamu tidak rajin, Kamu tidak temukan.”
”Sama, waktu saya membimbing tesis juga begitu. Ini semua adalah karya
mahasiswa. Saya tidak ikut campur. Saya tidak ingin membimbing dan terus ikuti.
Hampir semua tulisan saya atas nama sendiri. Tidak mau nebeng mahasiswa.
Tidak mungkin.”
”Kita membangun mahasiswa, kemampuannya apa? Lalu yang kita berikan itu
apa? Bagaimana cara mendapatnya?
No comment for 16. Silabus bab 3g