15. Silabus bab 3f
(256 Views) Agustus 6, 2022 2:29 am | Published by Safitri ahmad | No comment
”Dalam pemberian mata ajar, saya sudah punya pikiran bahwa mahasiswa sudah
memahami mata ajar yang diberikan. Dalam proses memahami itu, mereka harus
berjuang. Nah itu yang dikondisikan.”
“Satu lagi yang sulit buat mahasiswa saya, kamu tidak boleh menghasilkan
sesuatu yang sudah sering saya lihat. Itu susah. Mereka setengah mati mencari
sesuatu yang orisinil, memaksa orisinalitas. Jika ia tahu orang sudah bikin, ia
tidak akan bikin yang sama.”
“Saat diskusi kita selalu melihat ke arah Pak Gun, mencari dukungan dan
komentar, tapi Bapak malah diam saja.”
“Susahnya kalian selalu ingin tahu sesuatu yang benar dan salah. Padahal itu
tidak pernah ada. Ini sangat relatif. Anda cenderung menyatakan ini benar,
karena sebuah konvensi yang Anda sering anut dan Anda anggap benar. Bagi
orang tertentu yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman yang sama
dengan Anda, tentu saja pandangannya berbeda. Hal yang sama dapat dilihat
secara berbeda.”
“Membangun keadaan itu yang lebih penting dari pada memberi jawaban.
Anda harus mempunyai suatu kedewasaan, untuk menentukan jawaban. Anda
bisa melihat satu hal ini, ada segi bagusnya dan segi tidaknya. Saya tidak mau
bilang mana yang benar. Tapi, mungkin saya tidak langsung menganalisis bahwa,
“Kata Anda ini ada kelebihan dan ada kelemahan,” mungkin Anda menantikan
(mahasiswa menanti komentar Gunawan atas argumen-argumen yang muncul
pada saat diskusi).”
”Kadang saya berharap, Pak Gun membenarkan pendapat saya dan menyalahkan
pendapat teman saya.”
”Ternyata tidak, disitulah namanya proses belajar. Anda belajar.”
”Saya juga, waktu di Amerika banyak belajar dari teman. Culture beda. Cara
pandang juga sangat berbeda. Jadi saya punya tekanan. ”Apa nilai yang selama
ini saya anut itu, sudah benar?” Belum tentu. Akibatnya panjang juga sih, saya
menjadi tidak mudah menerima pendapat begitu saja.”
”Saya kan pernah bercerita tentang Etic dan Emic. Jika Anda mempunyai
pandangan terhadap sesuatu dan menurut pandangan Anda itu sudah benar. Itu
Etic. Anda punya konsepsi. Tapi kalau Emic, Anda coba lihat tandingan Anda.
Kenapa ia bisa berpikir seperti itu? Nah itu Emic. Anda tidak langsung men-
judge ia.”
”Itu sering dipakai oleh antropolog. Kalau ia datang ke suatu lokasi baru,
untuk meneliti, ia tidak akan berani menyimpulkan sesuatu berdasarkan lokasi
yang pernah ia ketahui sebelumnya. Ia mencoba tinggal bersama orang-orang
setempat. Lalu, ia bisa punya pandangan baru. O begitu ya. Jadi rupanya value
yang biasa ia gunakan itu tidak cocok. Antropolog itu memakai cara apa? Cara
fenomenologis, harus melupakan apa yang pernah diketahui sebelumnya, dan
coba yang baru.”
“Di dunia akademik ada aturan mainnya, misalnya plagiarisme (penjiblakan).
Selain itu ada mimbar bebas. Ini tempat kita mengadu argumen. Argumen Anda
itu, didukung oleh apa, dan seperti apa, dan argumen itu yang bisa menjelaskan
dan meyakinkan orang atau lawan Anda.”
”Jadi kalau kita punya fakta tertentu yang mendukung argumen kita, penjelasan
kita semakin mendekati kenyataan, maka itu akan menjadi pengetahuan baru.
Teori ilmu pengetahuan pun selalu menunggu hari tumbangnya. Tidak berarti
ia tidak bagus, seperti teori Newton, yang menjelaskan universe yang lebih luas,
akan tetapi tetap saja masih bisa dibantah.”
”Saya tidak pernah habis pikir kenapa teman saya tidak berpikir seperti saya,
kadang saya menjelaskan sesuatu tetapi ia tidak mengerti juga,” tanya saya
bingung.
“Saya waktu muda juga begitu. Tidak apa-apa. Pengalaman teman, beda dari
Anda. Anggap saja teman-teman Anda seperti guru. Kalau bisa menganggap
teman sebagai guru, tentu akan lain. Perlu menjaga kesetaraan. Artinya, cara
mendidik Socrates juga begitu. Ia menempatkan dirinya bukan sebagai guru.
Ada satu yang selalu diajukannya, pertanyaan, sampai orang itu benar-benar
bisa menjelaskan dan penjelasannya memuaskan, baru bisa diterima atau sampai
orang itu dengan sendirinya tidak bisa menjawab, ini berarti masih gantung,
belum ada jawaban.”
”Isu yang dikemukakan masih gantung. Semacam itu. Tapi dengan begitu kita
jadi kuat. Sangat bergantung pada kemampuan sintesis pada akhirnya.”
“Melihat sesuatu dari cara pandang ia (teman saya itu)?,” tanya saya.
“Apa yang bisa teman Anda angkat. Lalu, Anda ambil negative case nya. Terus
tanya ia. Tanya. Kalau Anda yakin Anda benar. Anda juga mampu merumuskan negative case untuk menolak pandangan teman Anda kan. Sampai suatu saat ia
tidak bisa menjawab pertanyaan. Mungkin ia dapat terima pandangan Anda.”
Untuk kutipan di atas, saya coba memberi contoh untuk memudahkan maksud kalimat itu.
No comment for 15. Silabus bab 3f