116 Pengalaman Gunawan Tjahjono Jadi Juri Sayembara Arsitektur bab 24j
(655 Views) Agustus 14, 2022 3:40 am | Published by Safitri ahmad | No comment
“Apa yang diperdebatkan?”
“Ada yang pilih “ini (salah satu karya)”, yang lain menjelaskan supaya tidak
ada yang kelewatan, kadang-kadang kita juga suka kelewatan. Bagus kalau kita
mengabaikan.”
“Apa yang membedakan antara satu juri dengan juri yang lain saat berdebat
menentukan pemenang, apa yang mereka perdebatkan?”
“Tentu ia (juri) punya bias. Setiap orang punya bias. Ada yang sangat
mementingkan ide saja. Ada yang sangat mementingkan orisinalitas. Ada yang
mementingkan keterbangunan. Ada yang mati-matian mengikuti TOR.”
“Bukankan semua juri mengikuti TOR?”
“TOR itu hanya rambu-rambu, kalau ikuti TOR tidak mungkin ada Sidney Opera
House. Ide-ide yang liar itu tidak keluar dan memang pantas. Untuk itu mencari
new brand.”
Saya pernah mendengar cerita Gunawan tentang Sidney Opera House.
Begini ceritanya: pada saat penjurian Sidney Opera House salah satu juri
Eero Saarinen, juri dari Finlandia, datang terlambat. Pemenang sayembara
Sidney Opera House telah ditentukan. Tapi Eero Saarinen tetap memilih
karya yang diabaikan dan menemukan karya rancangan Jorn Utzon, dari
Swedia. Dengan argumentasi Eero yang meyakinkan, karya Jorn Utzon yang
jadi pemenang, seperti kita lihat sekarang. Sebagai info tambahan, kalau
ini dari Wikipedia, tahun 2003 Jorn Utzon mendapat Pritzker Prize. Pritzker
Prize ibarat hadiah Nobel di bidang arsitektur. Tahun 2007, Sidney Opera
House, menjadi warisan dunia ( UNESCO World Heritage Site).
Kita teruskan.
“Kalau setiap juri, penekanannya berbeda, bagaimana menggabungkannya?”
“Itu dengan diskusi. Mana yang akan kita menangkan pada akhirnya. Di situlah
ada diskusi. Mereka menjelaskan dan orang lain mendengarkan. Setelah
mendapat penjelasan, juri yang lain bisa mengubah pikiran dan ikuti. Namun
bisa terbalik. Dari semua karya yang terpilih, ternyata yang terpilih itu cuma
cari aman. Apakah kita akan pilih design yang aman? Bisa jadi itu (disain yang
sudah dipilih) akan jadi jatuh (kalah). Ternyata kita mau cari ide yang bagus
dan bisa terbangun. Dua-duanya itu harus kompromi.”
“Ada yang perlu dimenangkan, kalau yang satu dimenangkan tapi tidak
menarik. Aman karena ia ikuti TOR.”
“Kalau bukan karya Budiman, Pak Gun akan pilih yang segi enam, kenapa?
Kenapa bukan karya berbentuk tabung dan kubus yang diberi tirai?”
“Yang berbentuk tabung dan kubus yang beri tirai itu, kan di mana-mana
sama saja. Apa untung di UI tambah satu bangunan begitu? Kita ingin cari
sesuatu yang fresh. Kita juga pilih yang tidak melanggar peraturan bangunan,
peraturan itu kan legitimasi.”
“Bukannya yang segi enam itu, saya sering lihat di majalah-majalah?,” tanya
saya.
“OK, tapi ia cocok untuk di UI karena tidak tegak. Ia tidak berusaha menyaingi
rektorat. Anehnya juri yang hadir itu merasa rektorat tidak boleh disaingin.
Padahal Rektor ingin “itu” disaingi (Rektor ingin ada bangunan baru yang
bisa menyaingi rektorat). Kecewa ia. “Saya serahkan pada yang ahli, karena
menurut Al Quran kita serahkan pada yang ahli,” kata Rektor.”
“… Ia mau ada ikon baru, di tangannya…”
“Tapi Budiman juga menghargai (menghargai rektorat dengan tidak ingin
menyaingi rektorat, mungkin tidak enak dengan Gunawan…mungkin lho).
Makanya ia (karya Budiman) juga tidak muncul (tidak menyaingi rektorat). Itu
yang tidak dibaca. Tapi ia (Rektor) senang, “Hasil akhirnya bisa dapat good
idea ya. Lain kali semua di sayembarakan, kata Rektor.””
“Apa beda TOR penjurian pada karya rancang anugrah IAI DKI 2006 dan
perpustakaan UI?”
“TOR itu sangat leluasa, sebetulnya, TOR adalah statement-statement yang
sangat terbuka untuk diinterpretasi. TOR menyenangkan, artinya mengandung
relativitas tidak seperti peraturan bangunan.”
“Di situ mengandung genius. Pasti berbeda penjurian perpustakaan UI dan
karya IAI (Ikatan Arsitek Indonesia)?”
Gunawan pernah menjadi juri karya terbangun yang diadakan oleh Ikatan
Arsitek Indonesia. Saya ingin membandingkan bagaimana Gunawan memilih
pemenang, sayembara yang belum terbangun (perpustakaan UI) dan karya yang
sudah terbangun dan dihuni (IAI Award).
No comment for 116 Pengalaman Gunawan Tjahjono Jadi Juri Sayembara Arsitektur bab 24j