Pengalaman Mengikuti Aksi 212 (2016) di Monas Jakarta
(479 Views) Oktober 11, 2019 10:12 am | Published by Safitri ahmad | No comment
Tiga minggu sebelum aksi 212, whatapp grup dan media social dipenuhi info tentang aksi 212. Semua aktif membagi hal-hal yang berkaitan dengan aksi tersebut antara lain ; apa yang perlu dibawa pada saat aksi, parkir kendaraan di mana saja, karena musim hujan peserta diminta membawa payung dan jas hujan, lokasi logistik, lokasi tim media, mesjid di Jakarta yang dapat menampung peserta aksi dari luar kota untuk beristirahat dan masih banyak lagi informasi yang disampaikan.
Aksi dilakukan di hari Jumat, maka peta area shaf laki-laki dan wanita untuk Salat berjamaah di Monas dibagikan lengkap dengan lokasi toilet, tempat wudhu, dan lokasi ambulans. Banyak Intervensi terhadap aksi ini, polisi melarang agen bus dari luar kota untuk mengangkut peserta aksi ke Jakarta, tapi itu tidak menghalangi peserta untuk datang ke Jakarta. Mereka mengunakan pesawat, kendaraan pribadi, dan berjalan kaki. Salah satu rombongan yang viral, santri dari Ciamis yang berjalan kaki ke Jakarta. Perjalanan mereka dari Ciamis – Jakarta mendapat perhatian yang luar biasa dari warga kota yang mereka lalui ; disediakan tempat beristirahat dan logistik, dan sepanjang jalan warga kota memberi dukungan.
Saya dari dulu tidak pernah tertarik ikut demo dengan berbagai alasan, tapi kali ini memutuskan ikut, karena tipe demonya berbeda dengan demo yang biasa ada. Info yang bertubi-tubi di whatapp grup dan media social dan keingintahuan bagaimana kota menampung peserta aksi, dan bagaimana situasinya pada hari H, membuat saya memutuskan untuk bergabung.
Jadual demo jelas; waktu berkumpul, Salat Jumat, Taushiah dan pulang. Peserta aksi dari berbagai penjuru Jakarta, daerah di sekitar Jakarta, dan dari luar Jakarta berkumpul dalam satu titik di Monas dalam satu waktu (antara pukul 8:00 – 13:00 WIB). Kota harus menyiapkan segala hal yang diperlukan oleh peserta aksi sebelum dan sesudah aksi.
Saya menyadari akan banyak jalur jalan yang ditutup untuk aksi ini. Untuk itu harus menggunakan jalur jalan yang dekat ke arah Monas dengan berjalan kaki. Saya naik angkutan kota ke pasar Tanah Abang, bertemu teman di mesjid Al Makmur, di sepanjang Jl. K.H. Mas Mansyur terlihat beberapa rombongan kcil berjalan kaki menuju ke arah Tanah Abang, dan di depan mesjid Al Makmur sudah menunggu rombongan yang lebih yang besar. Rombongan tersebut berkumpul di mesjid dan bersama-sama ke Monas, sebagian anggota rombongan tidak saling kenal satu dengan yang lain, yang mereka ketahui tujuannya sama, menuju Monas untuk ikut aksi 212.
Peserta aksi mudah diidentifikasi dari baju yang mereka gunakan dan berada di dalam rombongan. Mereka saling tunggu, sampai ada yang memberi komando untuk segera berangkat. Tidak ada yang saya kenal di rombongan itu, selain satu teman.
Rombongan saya menyusuri jalan dari mesjid Al Makmur menuju Jl. K.H Wahid Hasyim dan Jl. M.H. Thamrin. Di depan mini market di Jl. K.H. Wahid Hasyim, seorang bapak membagikan air mineral gelas. Peserta mengambil secukupnya, 1-2 gelas tidak ada yang berebutan dan mengambil berlebih.
Peserta aksi menggunakan jalur jalan sebelah kiri/ ada beberapa orang yang berjalan di trotoar, tapi tidak banyak. Mereka sengaja berada di dalam rombongan dan mengambil jalur jalan sebelah kiri. Jika ada yang tidak sengaja berjalan ke tengah, sehingga mengganggu jalur kendaraan, segera diingatkan oleh peserta lain untuk masuk ke dalam rombongan.
Di Jl.M.H. Thamrin rombongan peserta aksi dari arah Jl. Sudirman sangat banyak, berbondong-bondong. Mereka mengucapkan tahmid, tasbih, dan takbir bersama-sama, suaranya membahana, membuat saya tiba-tiba terharu. Mudah membedakan antara rombongan dari Jakarta dengan rombongan dari luar kota. Rombongan luar kota, jumlah peserta banyak (lebih dari 50 orang), teratur, berada dalam rombongan yang dijaga oleh beberapa orang, dari kelompok mereka.
Penjaga memberi instruksi kapan rombongan berhenti, jalan, dan tidak ada anggota yang keluar dari rombongan. Pakaian yang mereka gunakan berwarna gelap, tidak hanya hitam dan putih.
Sedangkan peserta dari Jakarta dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari keluarga (anak-anak, remaja, dewasa, lansia), rombongan wanita dari majelis taklim (mereka menggunakan baju berwarna hitam dan atribut yang sama), dan rombongan kecil pria dewasa.
Anak-anak terlihat senang berjalan di Jl. M.H. Thamrin yang luas, suasananya beda dengan car free day yang selalu ada setiap hari Minggu di jalan itu. Semua orang menuju satu titik, ke Monas, dan peserta aksi dominan memakai baju putih dan hitam.
Banyak petugas berbaju putih berjaga-jaga, dari FPI. Mereka memastikan kondisi aman, semakin dekat ke Monas semakin banyak orang yang membagikan makanan dan minuman. Seorang anak muda menyodorkan tahu goreng di dalam kantong kresek putih, di sisi lain, bapak dan seorang anaknya membagikan permen. Rombongan ibu-ibu membagikan nasi kotak. Makanan dan minuman melimpah. Setiap orang mengambil secukupnya tidak berebutan.
Sesampai di patung kuda saya dan teman berpisah, saya menuju ke Tenggara, ingin menemui kakak yang berada di shaf wanita. Sedangkan teman menuju sisi Barat, shaf laki-laki.
Saat saya melalui Jl. Medan Merdeka Selatan, shaf laki-laki sudah mulai terbentuk. Mereka sudah meletakkan sajadah dan membentuk garis-garis shaf.
Saya terus ke belakang, dari arah Gambir banyak rombongan laki-laki dari luar kota/Jakarta menuju ke arah Barat. Saya putuskan beristirahat sebentar di trotoar, bergabung dengan ibu-ibu berbaju hitam. Di sebelah saya duduk seorang ibu duduk dari Surabaya. Ia datang bersama suaminya. Suami ibu itu duduk dalam shaf laki-laki (kira-kira 20 meter) ibu itu duduk di pinggir di dekat trotoar agar tidak terpisah dengan suaminya, jika ia berada di shaf wanita (sisi Tenggara Monas). Ia menginap di salah satu hotel di Jl. Sabang, sengaja datang ke Jakarta untuk aksi 212. Sambil bicara ia melihat rombongan ibu-ibu yang berdiri di dekat kami. “Mereka juga menginap di hotel yang sama dengan kami,” kata ibu itu. Dari poster yang mereka bawa, memberikan info mereka dari rombongan Irena handono dari Surabaya.
Di dekat saya, berdiri seorang bapak yang sedang menelpon, tanpa bermaksud mencuri dengar, tapi suara yang cukup keras dan jelas memberitahu bahwa ia sedang melaporkan situasi aksi 212 pada pendengar radio.
Setelah berpamitan dengan ibu dari Surabaya, saya melanjutkan perjalanan menemui kakak di Tenggara Monas, banyak sekali mobil ambulan terparkir di sisi Jl. Medan Merdeka Selatan. Mobil ambulan berasal dari sekolah/Rumah Sakit/ Yayasan Islam, terbaca dari tulisan dan logo yang ada di mobil. Ada mobil jenazah juga. Saya menduga ambulan di parkir di jalur ini agar mudah keluar dari kerumunan ke arah Jl. Agus Salim. Jika menuju ke arah Jl. Budi Kemuliaan (ada Rumah Sakit Budi Kemuliaan di jalan ini) tidak akan memungkinkan, karena ambulan akan sulit menerobos peserta aksi.
Semakin lama rombongan laki-laki yang datang dari arah Timur, menuju sisi Barat, melalui Jl. Medan Merdeka Selatan semakin banyak. Ada rombongan yang membawa poster, sambil menyerukan nama Ahok penista agama. Ini membuat saya sadar bahwa aksi 212, tak terlepas dari ucapan Ahok yang kontroversial. Agak mengganggu suasana, tapi rombongan yang meneriakkan nama Ahok hanya sebagian kecil, sangat kecil. Teriakan itu hanya sekali-kali, tidak terus menerus, lalu kemudian berhenti. Rombongan yang lain tidak terpengaruh dengan teriakan itu.
Salah satu rombongan yang menarik perhatian rombongan santri Ciamis yang fenomenal itu. Saya mendengar teriakan, “itu dari Ciamis”, saya segera menoleh ke arah rombongan tersebut, ambil beberapa foto dan membantu ibu-ibu memberikan cemilan basah ke rombongan itu, cemilan saya ambil dari deretan kardus yang berisi berbagai macam cemilan. Ada yang menerima, ada yang tidak. Wajah lelah menyapu wajah mereka, tapi ada semangat yang terpancar dari sana. Saya kagum.
Pukul 10:30 WIB, shaf laki-laki di Jl. Medan Merdeka Selatan itu mulai terbentuk dan rapat, sulit bagi saya berjalan menuju shaf wanita di sisi Tenggara Monas. Saya kesulitan berkomunikasi melalui whatapps dan tidak mengetahui keberadaan beberapa orang teman dan saudara yang ikut aksi ini. memang sudah disampaikan di whatapp grup kemungkinan tidak ada/ada gangguan signal. Para Jamaah mulai wudhu di tempat wudhu yang disediakan panitia atau menggunakan air dari air mineral botol.
Tak lama terdengar panitia memberikan beberapa pengumuman tata tertib Salat Jumat dan tata tertib aksi. Setelah selesai Salat Jumat peserta diminta segera pulang dan membersihkan lokasi aksi. Kemudian terdengar suara beberapa orang ustad memberikan tausiah, di antaranya ustad Bactiar Nasir, Arifin Ilham, Buya Gusrizal (Ketua MUI Sumatera Barat), dan dai terkenal AA Gym. Aa Gym berceramah cukup lama, kira-kira 15 menit. Hujan mulai turun, tidak deras, tapi juga tidak rinai. Salah seorang ustad menyampaikan air hujan dapat digunakan untuk wudhu. Setelah itu terdengan azan Salat Zuhur dan Salat Jumat dimulai. Pelaksanaan Salat Jumat di Monas sama dengan pelaksanaan di Mesjid.
Semua Salat dengan khyusuk, jamaah mengikuti suara imam yang terdengar dari pengeras suara. Di dekat saya, terdapat 1 mobil truk dengan perlengkapan pengeras suara. Suara imam sangat jelas. Setelah selesai Salat, imam memimpin doa, sebagian peserta aksi terlihat meneteskan air mata, larut. Suasana sangat damai di bawah rintik hujan.
Pukul 13:00 WIB, acara selesai, panitia meminta peserta aksi pulang. Semua berdiri dan mulai bergerak, sebagian peserta mengumpulkan sampah yang tidak banyak, karena sebagian sampah sudah dikumpulkan dalam plastic sampah sebelum Salat Jumat dimulai. Saya menunggu beberapa saat, sampai jalur yang akan saya lalui agak longgar. Setelah itu saya pelan-pelan berjalan di trotoar. Saya melihat laki-laki dewasa antri, ada apa? Saya terus berjalan. Yup, antri toilet portable.
Saya terus berjalan, di depan peserta aksi sangat padat dan rapat. Kepadatan itu terjadi di titik pertigaan menuju Jl. Agus Salim dan di air mancur. Setiap orang mempunyai arah yang berbeda-beda dan berkumpul dalam satu titik. Saya menyelip di antara rombongan yang menuju ke Jl. M.H. Thamrin, terbawa arus sampai berada di tempat yang lebih longgar. Titik pertemuan itu, sangat padat. Saya pulang mengikuti jalur pergi. Masih ada yang membagikan minuman walau tak banyak.
Saya kemudian berbelok ke Jl. Kebon Sirih, menuju Tanah Abang banyak toko yang tutup. Jika tapi pagi pukul 8:00 WIB, toko belum buka, wajar, karena masih pagi. Tapi, ini sudah pukul 13:00 WIB, toko masih tutup. Saya kira, mereka mengantisipasi aksi 212 ini. Atau bisa jadi sebagian pedagang ikut aksi, sehingga mereka memutuskan tidak berjualan, seperti teman SMA saya.
Safitri Ahmad
Writer, landscape architect, urban planner
No comment for Pengalaman Mengikuti Aksi 212 (2016) di Monas Jakarta