52 Sahabat 11b Emirhadi dan Sadili-2 : Safitri Ahmad
Menu Click to open Menus
TRENDING
Home » BUKU PROF. GUNAWAN TJAHJONO » 52 Sahabat 11b Emirhadi dan Sadili-2

52 Sahabat 11b Emirhadi dan Sadili-2

(200 Views) Agustus 8, 2022 11:14 pm | Published by | No comment



Informasi ini membuat saya penasaran. Pada suatu kesempatan, saya cari
tahu,”Yang mana tangan Bapak yang kena todong ?” Gunawan membuka tangan
kirinya, menunjukkan jari telunjuk, terlihat bekas luka memanjang pada jari
telunjuk itu, kira-kira 3 cm. “Kalau yang ini patah karena main ping pong,” kata
Gunawan sambil menunjuk tangan kanan, di bawah jari tengah. Tidak terlihat
jelas bekas patahan itu. “Karena patah, jari tengah jadi agak pendek,” ujarnya
membandingkan jari tengah dengan jari manis tangan kanan. (Wah… sekeras apa
permainan ping pong Gunawan, sampai-sampai menyebabkan jari tengahnya
patah)

Lalu kantor itu bubar, barang inventaris kantor dibagikan ke staf. Gunawan
memilih buku. Sadili memilih mobil. “Nanti Pak Sadili bisa cerita lebih lanjut,”
kata Emir sambil melirik Sadili, mempersilakan yang bersangkutan. Sadili hanya
senyum-senyum dan mulai bercerita “Akhirnya perusahaan itu collapse. Rupanya
Pak Gunawan sudah mengincar buku-buku itu, staf yang lain mah boro boro. Saya
lihat VW (Volkswagen, mobil buatan Jerman), saya mah VW saja.” Emir yang
berada di samping Sadili langsung tertawa,“Kelihatan kan minatnya dimana…”
Sadili membalas,“Pak Emir sering ngobyek. Kalau sedang mengerjakan proyek
kakinya sampai direndam air panas biar tidak tidur.” Yang dibicarakan hanya
senyum-senyum.

Info itu pernah saya dapatkan dari Gunawan, saat kantor bubar, ia memilih buku
dan temannya memilih mobil. Tapi Gunawan tak sebut nama Sadili, teman yang
memilih mobil itu. Ia memang pandai menjaga sikap dan perasaan. Padahal, Emir
dan Sadili menceritakannya dengan santai dan tanpa beban.
Suatu hari Gunawan berkeinginan belajar mobil.
Sadili mengajarnya menggunakan mobil kantor itu.
“Saya latih ia, tapi mungkin ia pikir ribet banget bawa
mobil karena sebelumnya ia bawa motor.” Sampai
sekarang Gunawan tidak bisa menyetir, pakai sopir.
“Pak Gunawan itu orangnya sederhana, konsisten, tidak macam-macam,
orangnya polos, tapi pekerja keras. Waktu ia sekolah ke Amerika itu, sebenarnya
ia mengajak saya. “Coba daftar sekolah di sana,” ditawari sekolah yang hebat-
hebat. Waktu itu kita sama-sama baru berkeluarga. Wah saya sempat pikir
meninggalkan keluarga… kasihan juga. Ia berangkat dengan meninggalkan
keluarga. Malah waktu di Amerika, ibunya meninggal dan ia tidak sempat pulang,” cerita Sadili.



“Yang mengilhami saya jadi dosen penuh ya.. Pak Gunawan.”Mir, masa akan
begini terus. Nanti lama-lama apa ilmu yang akan diberikan ke mahasiswa
kalau dosennya “begini”-mengajar di UI dan mengerjakan proyek di luar UI
juga”— Saya tergerak. Saya betul-betul kembali lagi. Hanya mengajar. Atas
dorongan beliau, saya melanjutkan pendidikan ke S2, pada saat itu Pak Gunawan
sudah S3. Begitu saya selesai S2, beliau bilang, “Terus ambil S3”. Walau pun
terengah-engah, Tahun 2010, saya berhasil menjadi Guru Besar Arsitektur UI
yang ke-5.” Sebelumnya Emir bekerja di Bappenas dan Kementerian Koordinator
Perekonomian, selama 10 tahun.

Setelah selesai kuliah, Emir, Gunawan, dan Sadili, jadi dosen di UI. Tahun 1985,
Universitas Indonesia pindah dari Salemba ke Depok. Emir menjadi pimpinan
proyek untuk pembangunan gedung-gedung di Kampus UI Depok. Saat itu
posisinya sebagai Pembantu Dekan II Teknik. Ia merekomendasikan dosen-dosen
yang ada di Departemen Arsitektur dan Lemtek UI (Lembaga Teknologi Fakultas
Teknik Universitas Indonesia) untuk pembangunan gedung-gedung itu. Salah satu
dosen yang direkomendasikan itu, Gunawan.

Sampai saat ini, jika ada pembangunan gedung baru dan disayembarakan di
lingkungan UI, Emir biasanya menjadi Ketua Panitia Sayembara dan Gunawan
menjadi Ketua Dewan Juri. “Sudah 15 sayembara gedung sampai tahun 2011,”
ujar Emir.

“Minat Pak Gunawan sudah kelihatan sejak dari mahasiswa, rajin baca. Beli buku.
Waktu sekolah kita terhenti (tahun 1966, karena masalah politik), beliau apply
ke Delft, Belanda, sebelum ke Amerika, tapi karena kesehatan tidak jadi,” masih
Emir yang bicara.

Menurut Emir, Gunawan konsisten memilih arsitektur adalah dunianya dan
memutuskan sebagai arsitek pendidik. Ia sibuk mengajar, meneliti, dan selalu
membaca banyak buku. ”Hebatnya Pak Gunawan itu ya… kalau ia punya ilmu,
ia mau sharing sama teman-temannya. Tidak sendiri. Misalnya begini, ia baca
buku. Ia cerita sama kita tentang buku itu. Begini… begini… ia paling hapal
arsitek-arsitek terkenal. Beliau juga hapal…gayanya (gaya arsitektur arsitek
terkenal itu) seperti apa? Mazhabnya, seperti apa?”
“Ia mau menularkan ilmunya ke mahasiswa. Ia tidak saja murah memberikan
informasi tapi ilmu itu disebarluaskan. Itu menurut saya suatu kelebihan, niat yang baik. Sekarang pun ia sudah mendidik dosen junior, untuk suatu saat
bisa menggantikan ia. Tidak semua orang mem-planning begitu. Kalau selesai,
keluar, ya keluar aja (selesai jadi dosen). Tidak Pak Gunawan. Ia membentuk
dan membimbing dosen junior itu sampai kelihatan bisa, sudah cukup baik, baru
dilepas.”




No comment for 52 Sahabat 11b Emirhadi dan Sadili-2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


center>