Menjadi Massa Partisipatif dan Massa Mobilisasi
(894 Views) Maret 5, 2020 4:11 am | Published by Safitri ahmad | No comment
Dulu waktu saya masih bermukim di daerah, setiap pejabat yang datang dari pusat, setingkat presiden dan dan wakil presiden, kami para siswa disuruh berbaris di pinggir jalan, menunggu, tepatnya menyambut pejabat dari pusat itu lewat. Pernah, hari Minggu kami disuruh datang ke sekolah, memakai baju putih abu-abu, hanya untuk berbaris secara teratur di pinggir jalan. Harus hadir karena diabsen.
Ini mengesalkan karena harus menunggu berjam-jam. Sambil menunggu, sebagian siswa main basket, ngobrol, dan duduk-duduk di halaman sekolah, tapi tidak boleh pulang, harus menunggu sampai sang pejabat lewat. Alat komunikasi belum secanggih sekarang, sehingga kami tidak pernah tahu secara tepat, pukul berapa tamu dari pusat itu akan lewat. Siswa sekolah yang mendapat bagian menyambut pejabat itu, yang sekolahnya terletak di sekitar jalur utama kota. Beruntunglah murid yang bersekolah jauh dari jalan utama kota.
Pada masa kampanye ini (pada saat kampanye terbuka) memori ini muncul lagi, melihat warga kota menunggu calon presiden lewat di depan jalan, melalui wall facebook atau youtube.
Warga menyambut di jalur-jalur jalan yang dilalui oleh calon presiden. Mereka juga hadir di lapangan, dan ruang terbuka kota pada saat kampanye terbuka dilaksanakan, semua warga kota dari berbagai golongan. Tidak hanya massa partisipatif, massa yang dimobilisasi juga ada, semua terpapar jelas di media social.
Massa partisipatif lebih kreatif dan spontan. Mereka mengunakan ruang secara dinamis. Mereka menunggu dengan sabar di jalan-jalan yang dilalui, menyiapkan atribut, dan ketika calon presiden lewat sebagian ada yang antusias mengacungkan jari tanda dukungan, ditambah dengan sorak sorai penyemangat. Malah ada yang berlari-lari mengejar kendaraan calon presiden, berusaha mendekat dan menyalami calon presiden. Mereka tidak menghiraukan bahwa kegiatan mereka mengganggu jalur jalan kendaran dan membahayakan diri. Malah sebagian dari mereka mengikuti rombongan dengan sepeda motor atau mobil, merekam, dan melaporkannya melalui media social. Drone berperan besar, meliput kerumunan massa yang ada di bawahnya.
Saya sebagai warga netizen dapat menyaksikan kegiatan kampanye dari kota ke kota yang dilakukan pasangan calon presiden dari berbagai sudut, karena banyak yang melaporkan melalui media social, walaupun dengan kualitas foto dan video yang tidak sempurna.
Massa partisipatif lebih aktif mengikuti informasi dan komunikasi yang menyebar di media social dan terlibat di dalamnnya, sehingga mereka mengetahui jadual kedatangan calon presiden, lokasi acara, dan jalur yang akan dilalui.
Massa mobilisasi lebih pasif, tidak antusias, jika pun terlihat menyerukan yel-yel, ada komando yang mereka ikuti. “Terlihat” kreatif tapi tidak. Terlihat “bersemangat” tapi dipaksakan. Ada kordinasi. Ada fasilitas. Pada masa kampanye ini, setiap orang menunjukkan sikap politiknya secara terang-terangan. Ada dua pilihan ; menjadi partisipatif atau dimobilisasi, keduanya mempunyai alasan masing-masing.
Jika massa mobilisasi salah satu pihak bertemu dengan masa partisipatif dari pihak lain, tidak akan ada konflik. Berbeda dengan massa partisipatif dari dua kubu yang berbeda bertemu, akan terjadi konflik, walaupun untuk hal-hal yang sepele.
Ruang-ruang kota tidak hanya menjadi ruang ekonomi, seni budaya, dan wisata, tapi ruang kota juga menjadi ruang politik. Pada masa kampanye ini, warga mempunyai kesempatan yang paling baik menyampaikan sikap politik mereka, dengan menjadi massa partisipatif dan massa mobilisasi.
No comment for Menjadi Massa Partisipatif dan Massa Mobilisasi